Awal weekend kemarin penuh
rencana ga terduga, rencana yang ga terencana. Saya dan si mas weekend
partner tau-tau ikut kereta ke Bekasi. Bukan buat liburan sih, tapi ke
salah satu rumah sakit untuk MCU. Dengan bantuan GPS dan mulut *buat
tanya-tanya :P* akhirnya sampe juga dengan selamat sentosa ke tempat tujuan.
Untungnya perjalanan ini sama sekali ga ganggu puasa. Yah, agak seret dikit
sih, tapi setelah ngadem di RS, ibarat hp, indikator baterai-nya langsung
kembali terisi.
Baru pertama kali ini benar-benar ke
Bekasi. Biasanya sih cuma numpang lewat, itupun via tol. Kali ini ‘berkunjung’
dari jakarta via KRL dari Stasiun Gubeng langsung turun ke Stasiun Bekasi.
Kebetulan berdasarkan om GPS, Rumah Sakitnya ada di jalan yang sama dengan
Stasiun Bekasi. Selama tinggal di Jakarta, baru kali ini naik KRL . Pertama
kali masuk langsung keinget MRT di Spore, ehm, versi super humble-nya . Not so bad,
termasuk kalau dibandingkan dengan Kereta Komuter di Surabaya dan sekitarnya. It’s
a lot better. Hari ini sempat merasakan padat dan lengangnya KRL. Sempet
padat sebentar karena banyak pengguna kereta yang transit ke arah Bogor.
Setelah itu suasana cukup damai, begitu juga waktu pulang yang cenderung lebih
sepi. Bisa duduk-duduk suka-suka hati lah. Hhehe.
Benar juga ternyata kata-kata bahwa
sekarang yang macetnya gila ga cuma Jakarta, tapi tetangga sekitarnya juga
sama. Begitu juga dengan Bekasi. Sampai di jalan Ir. H. Juanda langsung
disambut rentetan kendaraan yang ga kelihatan ujung-pangkalnya. Kata arek
Suroboyo, MUACET puoll . Dan mungkin terasa
lebih karena jalannya yang sempit kali yah. Mirip-mirip sama Bandung sih. Balik
dari Rumah Sakit kami coba jalan kaki karena ga ada angkot dan taxi yang
seliweran taxi abal-abal yang ga mau pake argo, tapi nembaknya (tarif)
suka-suka hati banget. Sampai setengah jalan akhirnya kami – ehm, saya –
menyerah takut makin kering tenggorokan, takut kenapa-napa kan puasanya . Kami
memutuskan naik becak, asiik semiliiir. Entah sudah berapa lama juga ga naik
becak. Tapi bahkan setelah hampir sampai pun si bapak becak mulai menyerah sama
macetnya. Akhirnya kami memilih turun dan jalan kaki karena lebih cepat dari
semua kendaraan yang berhenti total disitu
0 komentar:
Posting Komentar