Copyright by KentangBegadang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Foto saya
I was born on dec 04,1993 . im studying Faculty Of Information Technology at University Of Gunadarma . follow me @rahmadesna .thx

Perjalanan ke Bekasi




Awal weekend kemarin penuh rencana ga terduga, rencana yang ga terencana. Saya dan si mas weekend partner tau-tau ikut kereta ke Bekasi. Bukan buat liburan sih, tapi ke salah satu rumah sakit untuk MCU. Dengan bantuan GPS dan mulut *buat tanya-tanya :P* akhirnya sampe juga dengan selamat sentosa ke tempat tujuan. Untungnya perjalanan ini sama sekali ga ganggu puasa. Yah, agak seret dikit sih, tapi setelah ngadem di RS, ibarat hp, indikator baterai-nya langsung kembali terisi.

Baru pertama kali ini benar-benar ke Bekasi. Biasanya sih cuma numpang lewat, itupun via tol. Kali ini ‘berkunjung’ dari jakarta via KRL dari Stasiun Gubeng langsung turun ke Stasiun Bekasi. Kebetulan berdasarkan om GPS, Rumah Sakitnya ada di jalan yang sama dengan Stasiun Bekasi. Selama tinggal di Jakarta, baru kali ini naik KRL tersenyum lebar. Pertama kali masuk langsung keinget MRT di Spore, ehm, versi super humble-nya senang. Not so bad, termasuk kalau dibandingkan dengan Kereta Komuter di Surabaya dan sekitarnya. It’s a lot better. Hari ini sempat merasakan padat dan lengangnya KRL. Sempet padat sebentar karena banyak pengguna kereta yang transit ke arah Bogor. Setelah itu suasana cukup damai, begitu juga waktu pulang yang cenderung lebih sepi. Bisa duduk-duduk suka-suka hati lah. Hhehe.
 
Benar juga ternyata kata-kata bahwa sekarang yang macetnya gila ga cuma Jakarta, tapi tetangga sekitarnya juga sama. Begitu juga dengan Bekasi. Sampai di jalan Ir. H. Juanda langsung disambut rentetan kendaraan yang ga kelihatan ujung-pangkalnya. Kata arek Suroboyo, MUACET puoll ngambek. Dan mungkin terasa lebih karena jalannya yang sempit kali yah. Mirip-mirip sama Bandung sih. Balik dari Rumah Sakit kami coba jalan kaki karena ga ada angkot dan taxi yang seliweran taxi abal-abal yang ga mau pake argo, tapi nembaknya (tarif) suka-suka hati banget. Sampai setengah jalan akhirnya kami – ehm, saya – menyerah takut makin kering tenggorokan, takut kenapa-napa kan puasanya pipi memerah. Kami memutuskan naik becak, asiik semiliiir. Entah sudah berapa lama juga ga naik becak. Tapi bahkan setelah hampir sampai pun si bapak becak mulai menyerah sama macetnya. Akhirnya kami memilih turun dan jalan kaki karena lebih cepat dari semua kendaraan yang berhenti total disitu menjulurkan lidah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar